Saat memulai usaha Pak Sagimin masih
mengandalkan titipan dari orang lain untuk dijual kepada konsumen. Cara seperti
ini justru membuat ia sering merugi dan usahanya tidak berkembang baik pada
tiga bulan pertama. Pak Sagimin lalu memutuskan untuk membuat aneka gorengan,
meracik sambal teri dan membungkus nasi sendiri yang hingga saat ini justru
menjadi produk favorit di angkringanya. Usaha ini kemudian berkembang sedikit
demi sedikit, bukan hanya penambahan berbagai pilihan jajanan tapi juga
perbaikan fisik lokasi dagang. Dibantu anaknya, Pak Min membangun sendiri
tempat dagangnya meski harus turun sendiri ke Kali Gajah Wong untuk menambang
pasir agar bisa menekan biaya pembangunan dan perluasan angkringanya.
Angkringan ini terletak di kampung Ngentak Sapen, Papringan,
sebelah barat gedung teater terbuka UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, menempati
sudut sempit di atas aliran irigasi yang melalui wilayah ini. Tempat yang
sempit dan tergolong tertutup itu tidak mengurangi jumlah pelanggan yang
datang. Pelanggan yang datang kebanyakan adalah mahasiswa, karyawan UIN dan
juga masyarakat sekitar. Masyarakat Ngentak Sapen sangat mendukung bisnis ini.
Menurut ceita Supriyadi, anak Pak Min,
ia dibawa orang tuanya ke jogja sejak usia 48 hari dalam keadaan ekonomi yang
pas-pasan setelah sebelumnya menjual seekor kambing. Hidup seperti inilah yang
membuat ia dan adiknya Lusiana terbiasa hidup mandiri dan giat membantu kedua
orang tuanya mencari nafkah. Di luar dugaan, Supri ini justru bercita-cita
untuk meneruskan usaha keluarganya. Ia bangga dengan bisnis orang tuanya dan
memiliki harapan besar pada usah ini. Usaha ini juga membantunya
memperoleh uang saku selama ini.
Ada beberapa hal yang menarik dari
filosofi hidup dan usaha Pak Min. Menurutnya anak-anak harus bisa makan dan
hidup nyaman meski dia dan istrinya harus menahan lapar. Bisnis harus dimulai
tanpa banyak ragu dengan keuletan dan harus memiliki daya tarik khas. Semangat
yang didasari kasih sayang pada keluarga dan semangat untuk bekerja keras
inilah yang mampu membuat kehidupan beliau berangsur membaik. Selayak bisnis
yang lain, bisnis angkringan Pak Min ini juga terbentur berbagai kendala.
Selain harus tetap mengikuti ritme jadwal kampus yang mengharuskan warung tutup
jika aktifitas kampus berhenti atau libur panjang, Pak Min juga kerap
menghadapi ulah curang pelanggan yang jajan lalu langsung kabur tanpa bayar
atau mereka yang hutang dan tidak pernah kembali untuk melunasi. Dinamika
kehidupan mahasiswa dan ritme tanggal muda dan tanggal tua memang jadi nuansa
khas tempat dagangnya.
Jadi tidak rugi kalau kita sekali-kali mampir di angkringan
ini untuk menjajal nasi kucing sambel teri spesial ala Pak Min. Pelayanan yang
ramah dan didukung suasana kekeluargaan membuat kita bisa merasakan sensasi
tersendiri. Pak Min dengan sifatnya yang rendah hati dan ramah siap melayani
anda dengan canda gurau yang bisa menyegarkan suasana.
No comments:
Post a Comment